Minggu, 15 April 2012

Menajemen Stress dalam Menghadapi Ujian


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
            Barangkali kita bisa sependapat bahwa dunia Sekolah merupakan kehidupan yang penuh daya tarik dan tantangan, yang segala sesuatunya lebih terstruktur dan teratur. Sehingga perjumpaan di kehidupan sekolah menjadi lebih marak, dan untuk sebagian siswa sedikit membingungkan, Ada banyak sentuhan, singgungan, bahkan benturan nilai-nilai yang perlu dihadapi, sementara ajakkan untuk berprestasi, berinovasi dan berkiprah di banyak kegiatan amat menggoda. Sehingga pengisian waktu menjadi amat krusial, selalu mungkin membawa pada keadaan yang mengandung cekaman kepentingan, manakala kewalahan terjadilah kondisi cemas yang bisa menjadikan kita stress.
            Memahami kondisi kehidupan siswa sebagaimana diuraikan di atas, maka tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa pada hakikatnya ajakkan hidup siswa penuh dinamik, ragam tantangan, indah tetapi juga mengandung cekaman, stress. Olehkarena itu, manajemen stress sangat penting, agar siswa dapat mengatasi berbagai cekaman yang dihadapinya. Siswa terikat pada sebuah peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Seperti adanya keputusan pemerintah untuk melaksanakan Ujian Nasional (UN) standar kelulusan bagi siswa. Adanya kebijakan pemerintah untuk melaksanakan UN tersebut, menjadi beban bagi pihak-pihak terkait khususnya siswa. Mereka akan mengalami kondisi Stress dalam menghadapi UN tersebut, dikarenakan kecemasan yang berlebih. Sehingga diperlukan manajemen stress yang baik sebelum  UN berlangsung.

1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dapat didefinisikan adalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan stress?
2.      Mengapa stress bisa  terjadi?
3.      Apa faktor-faktor  yang menyebabkan stress?
4.      Bagaimana  solusi ketika mengalami stress?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian stress.
2.      Untuk mengetahui bagaimana stress bisa terjadi.
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab stress.
4.      Untuk mengetahui bagaimana solusi ketika mengalami stress.

BAB II
PEMBAHASAN

Putri Ny.Diah Rina siswi kelas XII SMAN 47, Tanah Kusir, Jakarta Selatan. Dia mengalami stress ketika akan menghadapi Ujian Nasional (UAN untuk SMA tanggal 20-24 April 2009), belajarnya luar biasa rajin waktu itu, tetapi lama-lama  seperti ada tekanan dalam dirinya.  Perubahan  dalam dirinya itu sejak duduk di bangku kelas tiga SMA. Diakuinya, dia memang tidak tergolong anak terpintar di kelas.
Kecerdasannya biasa-biasa saja, karena memang belajarnya tekun dan dia itu anak yang ceria. Tapi, ketika mulai menghadapi UN, dia berubah.  untuk punya prestasi belajar itu perlu mengalami stress yang bukan karena proses belajarnya, melainkan deg-degan karena takut tidak lulus.
UN benar-benar mengubah pola hidupnya dan cara pandangnya  tentang belajar. Belajar adalah kegiatan mengerjakan soal-soal yang akan dihadapinya di UN. Bukan seminggu, melainkan selama berbulan-bulan, sampai tiba waktunya UN datang dan kian menambah beban stresnya.
Tujuan pendidikan dengan adanya UN di akhir masa pendidikannya justru tidak memberikan apa-apa kecuali nilai-nilai di atas kertas. waktu itu tidak ada passion learning di dalam dirinya, melainkan stress learning. Dia belajar dalam kondisi tertekan dan stres karena ingin lulus, bukan belajar dengan penuh semangat dan keceriaan.

2.1  Pengertian Stress
Menurut kamus besar bahasa indonesia, ada 2 pengertian stress:
1.    gangguan atau kekacauan mental dan emosional
2.     tekanan.
Secara teknis psikologik, stress didefinisikan sebagai suatu respons penyesuaian
Seseorang terhadap situasi yang dipersepsinya menantang atau mengancam kesejahteraan orang bersangkutan. Stress is an adaptive response to a situation that is perceived as challenging or threatening to the person’s well-being.
            Jadi stress merupakan suatu respon fisiologik ataupun perilaku terhadap stressor hal yang dipandang sebagai menyebabkan cekaman, gangguan keseimbangan (homeostasis), baik internal maupun eksternal.
Dalam pengertian ini, bisa kita perjelas bahwa stress bersifat subjektif sesuai persepsi orang yang memandangnya. Dengan perkataan lain apa yang mencekam bagi seseorang belum tentu dipersepsi mencekam bagi orang lain.

2.2  Faktor – faktor Penyebab Stress
Di sisi lain, stressor adalah sumber yang dipersepsi seseorang atau sekelompok orang memberi tekanan/cekaman terhadap keseimbangan diri mereka. Ada 3 sumber utama bagi stress, yaitu :
1.    Lingkungan
Lingkungan kehidupan memberi berbagai tuntutan penyesuaian diri seperti antara lain:
-       cuaca, kebisingan, kepadatan,
-       tekanan waktu, standard prestasi, berbagai ancaman terhadap rasa aman dan harga diri
-       tuntutan hubungan antar pribadi, penyesuaian diri dengan teman, pasangan,dengan perubahan keluarga.
2.    Fisiologis
Dari tubuh kita antara lain :
-       perubahan kondisi tubuh: masa remaja; haid, hamil, meno/andropause, proses menua, kecelakaan, kurang gizi, kurang tidur, tekanan terhadap tubuh.
-       reaksi tubuh : reaksi terhadap ancaman & perubahan lingkungan mengakibatkan perubahan pada tubuh kita, menimbulkan stress.
3.    Pikiran kita
Pikiran menginterpretasi dan menerjemahkan pengalaman perubahan dan menentukan kapan menekan tombol panik. Bagaimana kita memberi makna/label pada pengalaman dan antisipasi ke depan, bisa membuat kita relax atau stress.

Menurut Selye (1984), stress bisa dibedakan atas dasar sifat stressornya, apakah peristiwa negative, disebut distress; tetapi bisa juga stress diakibatkan peristiwa positif, misalnya tiba-tiba mendengar mendapat undian, atau hadiah besar yang tak terduga, dalam hal ini stressnya disebut eustress.
Lebih lanjut, sumber stressor tersebut bisa dibedakan dalam 3 bagian berdasarkan peluang penanganannya, yakni :
Pertama, Stressor yang  penanganannyaanya membutuhkan sedikit upaya seperti misalnya kebiasaan belajar; waktu bangun pagi, diet, dimana upaya menanganinya dengan cara memgubah kebiasaan, membiasakan kebiasaan baru, maka dalam waktu satu-dua minggu dapat berubah.
Kedua, Stressor yang untuk menanganinya membutuhkan upaya yang lebih sungguh-sungguh, seperti contohnya soal kepercayaan diri, persoalan hubungan, dimana diperlukan bantuan teknikal untuk menanganinya, seperti percakapan kalbu, skill komunikasi, manajemen konflik.
Ketiga, stressor yang  memang tidak dapat ditangani sepeti kematian orang yang dikasihi. Maka penanganannya, perlu belajar berdamai dengan diri menerima kenyataan tersebut, lalu diatasi dengan relaksasi, dan upaya spiritual.
Melihat kemungkinan sumber stressor di atas , maka setiap orang potensial untuk mengalami stress. Namun demikian, ada kelompok orang yang lebih mudah terkena stress, ada juga kelompok lain yang lebih memiliki ketahanan terhadap stress.
Lebih jauh bisa kita simpulkan bahwa setiap orang bisa mengalami stress, sesekali stress dalam kehidupan merupakan ‘bumbu’ hidup dinamis, akan tetapi apabila terjadi stress yang sering dengan fluktuasi yang besar, maka sudah perlu mendapat perhatian khusus, artinya sudah perlu lebih serius menanganinya.

2.3  Gejala Stress
 Ada sejumlah gejala yang bisa diditeksi secara mudah yaitu :
1.      Gejala Fisiologis
Denyut jantung bertambah cepat, banyak berkeringat (terutama keringat dingin), pernafasan terganggu, otot terasa tegang, sering ingin buang air kecil, sulit tidur, gangguan lambung.
2.      Gejala Psikologis
Resah, sering merasa bingung, sulit berkonsentrasi, sulit mengambil keputusan, tidak enak perasaan, atau perasaan kewalahan ( exhausted) dsb
3.      Tingkah Laku
Berbicara cepat sekali, menggigit kuku, menggoyang-goyangkan kaki, ticks, gemetaran, berubah nafsu makan ( bertambah atau berkurang).

2.4  Dampak Akibat Stress
Dampak  stress dibedakan dalam 3 kategori, dampak Fisiologik, dampak psikologik dan dampak perilaku behavioral
1.      Dampak Fisiologis
Secara umum orang yang mengalami stress mengalami sejumlah gangguan fisik seperti : mudah masuk angin, mudah pening-pening, kejang otot (kram), mengalami kegemukan atau menjadi kurus yang tidak dapat dijelaskan, juga bisa menderita penyakit yang lebih serius seperti cardiovasculer, hypertensi, dst.
Secara rinci dapat diklasifikasi sebagai berikut :
a.       Gangguan pada organ tubuh,
-          muscle myopathy; otot tertentu mengencang/melemah
-          tekanan darah naik; kerusakan jantung dan arteri
-          sistem pencernaan; mag, diarrhea
b.      Gangguan pada sistem reproduksi
-          amenorrhea; tertahannya menstruasi
-          kegagalan ovulasi pada wanita, impoten pada pria, kurang produksi semen pada pria
-          kehilangan gairah sex
c.       Gangguan pada sistem pernafasan
-          asthma, bronchitis
d.      Gangguan lainnya, seperti pening (migrane), tegang otot, rasa bosan, dst
2.      Dampak Psikologis
         Keletihan emosi, jenuh, penghayatan ini merupakan tanda pertama dan punya peran sentral bagi terjadinya burn – out.
         Terjadi depersonalisasi ; Dalam keadaan stress berkepanjangan, seiring dengan kelelahan/keletihan emosi, kita dapat melihat ada kecenderungan yang bersangkutan memperlakuan orang lain sebagai sesuatu ketimbang sesorang.
         Pencapaian pribadi yang bersangkutan menurun, sehingga berakibat pula menurunnya rasa kompeten & rasa sukses.
3.      Dampak Perilaku
         Manakala stress menjadi distress, prestasi belajar menurun dan sering terjadi tingkah laku yang tidak berterima oleh masyarakat.
         Level stress yang cukup tinggi berdampak negative pada kemampuan mengingat informasi, mengambil keputusan, mengambil langkah tepat.
         Mahasiswa yang ‘over-stressed’ ~ stress berat seringkali banyak membolos atau tidak aktif mengikuti kegiatan pembelajaran.

2.5  Cara Menangani Stress
1.    Strategi Pencegahan
Untuk mencegah mengalami stress, setidaknya ada 3 lapis.
a.    Lapis pertama - primary prevention, dengan cara merubah cara kita melakukan sesuatu. Untuk keperluan ini kita perlu memiliki skills yang relevan, misalnya: skill mengatur waktu, skill menyalurkan, skill mendelegasikan, skill mengorganisasikan, menata, dst.
b.    Lapis kedua - Secondary prevention, strateginya kita menyiapkan diri menghadapi stressor, dengan cara exercise, diet, rekreasi, istirahat , meditasi, dst.
c.    Lapis ketiga - Tertiary prevention, strateginya kita menangani dampak stress yang  terlanjur ada, kalau diperlukan meminta bantuan jaringan supportive ( social-network) ataupun bantuan profesional.
2.    Menangani Stress
a.    S , Study skills
Ada banyak hal yang perlu dipelajari, yang ingin diketahui, ada banyak kegiatan yang ingin diikuti, waktu terbatas. Oleh karena itu, agar tidak menjadi stress, seyogyanya mahasiswa perlu memiliki berbagai skill belajar yang sesuai sehingga saya bisa belajar secara efektif tetapi juga effisien dalam menggunakan daya dan waktu serta sumber lainnya.
b.      T, Tempo – Time management
Selain skill belajar, skill penting yang juga perlu Anda kuasai untuk menangani stress adalah manajemen waktu, untuk keperluan tersebut siswa perlu memiliki paradigma waktu yang tepat.
c.       Rehat - Rest (istirahat)
Tubuh kita by default memerlukan jedah, istirahat. Kita perlu belajar bagaimana speeding up, tetapi juga arif dan terampil untuk slowing down. Bila kita tidak memiliki keterampilan istirahat, leisure, santai ( bukan leha-leha) maka besar kemungkinan kita mengalami stress.
d.        Eating & Exercise – Makan dan Olahraga Kebugaran
Tubuh kita membutuhkan asupan yang seimbang, tetapi juga‘exercise’ yang memadai,agar bisa bugar. Bandingkan apabila kita mempergunakan suatu peralatan baru biasanya kita terlebih dalulu membaca buku manual yang disertakan oleh pabrik pencipta peralatan tersebut, Oleh karena itu sebetulnya perlu kita cermati asupan apa yang baik untuk tubuh ini, menurut manual dari Penciptanya.


e.       Self-talk - Percakapan kalbu
Sejak kecil kita punya ‘perlengkapan’ berpkir yaitu percakapan kalbu, dimana kita biasa mendengar apa yang kaya hati atau hati nurani katakana kepada kita. Isi percakapan itu bias positif, membuat kita optimist, tetapi seringkali juga negative, membuat kita tertekan-stress. Kita masih perlu lebih mengembangkan arah percakapan dari kita kepada hati nurani ataupun kata hati kita, sehingga terjadi percakapan timbal-balik antarakita dengan diri kita. Dalam hal  menangani stress, kita perlu bisa secara sadar meng-ganti isi percakapan yang tidak mendukung dengan kalimatyang bisa mendukung kita. Langkah ini biasa disebut percakapan kalbu: stop-ganti yang bisa kita latihkan di diri kita.
f.       Social support - jaringan pendukung         
Manusia adalah makhluk sosial, jadi pada hakikatnya tidak tahan sendirian, butuh perasaan tidak sendiri, tetapi punya sejumlah orang yang saling peduli, yang akan merasa kehilangan manakala lama tidak saling bertemu atau berkomunikasi. Dalam keadaan stress sebaiknya kita berusaha bertemu dengan teman, sehingga paling tidak kita tetap punyapenghayatan tidak sendirian yang  sungguh mencekam. Itulah sebabnyadianjurkan kepada mahasiswa untuk membangun dan  merawat jaringan supporifnya sehingga bisa saling mendukung di saat diperlukan.

2.6  Menangani Cemas Hadapi Ujian
Cemas menghadapi ujian atau test adalah salah satu bentuk stress yang lumrah dihadapi oleh hampir semua orang, bagaimana kita sebaiknya menangani stress tersebut. Cemas hadapi ujian adalah respons kita atas situasi ujian, respons yang kita peroleh dan ulangi sejak kecil, yang seperti juga semua hasil perolehan belajar lainnya, respon tersebut bisa diubah.
 Kecemasan dalam kadar sedikit, tidak apa-apa, malah bagus sebab bisa memotivasi kita untuk belajar lebih giat mempersiapkan diri menghadapi ujian. Namun demikan, apabila kecemasan tersebut sudah berlebihan, bisa menjadi distress, justru akan membuat prestasi kita terganggu sebab kita tidak bisa berpikir dengan jernih. Lebih parah, apabila kecemasan ini kita pergunakan sebagai alasan ‘excuse’, maka hal itu akan merusak kepribadian kita.
Cara mengatasi kecemasan ujian:
1.    Biasakan diri dengan situasi ujian, dengan cara antara lain :
a.    Kenali ruang dimana kita akan ujian
b.    Belajar memadai, dan banyak berlatih sesuai tipe ujian ( open-end, multiple choice ataukan    essay ) yang akan dihadapi
c.    Berlatih berprestasi dalam waktu terbatas, seperti di ujian.
2.    Kendalikan emosi, pikiran dan tindakan
a.    Hindari kecenderungan meragukan diri ataupun percakapan kalbu negative.
Apabila kita memang ragu kurang menguasai bahan, tidak adacara lain cobalah belajar, kuasai secara memadai. Selanjutnya apabila ada percakapan pikiran negative, lakukan teknik ‘sop-ganti’ berikut
·      Metode ‘STOP Pikiran’
Kita merasakan kecemasan karena kita dihantui oleh pikiran negative tentang kesulitan/hambatan /ketidak mampuan atau ketidak berdayaan kita dalam ujian nanti. Bahkan bisa saja kita dibayangi pikiran negative  lainnya seperti, “ Wah saya pernah berbeda pendapat dengan dosen itu, jangan-jangan dia masih sentimen….,dst”. Pikiran negative ini akan memberi rangsangan kepada amygdala yang akan memicu endokrin menimbulkan enzyme cortizol yang mengakibatkan rasa resah pada diri kita. Selanjutnya rasa cemas ini akan meneguhkan bahkan menambah asosiasii pikiran negative yang kembali dan dirasakan lebih resah dan cemas lagi. Jadi strateginya adalah menghentikan pikiran negative tersebut.
·      Mengatur arus berbagai pikiran dan refocus
Kadang-kadang ada banyak arus pikiran bergerak dalam mental/mind kita, simpang siur, saling menyerobot. Oleh karenanya perlu diatur, perlu ditertibkan, dan difokuskan pada satu pokok pikiran setiap saatnya. Perludicatat tidak selamanya kita perlu mengikuti satu alur pikir ( linier ), kadang-kadang diperlukan kita menyebrang alur (lateral) . Hal itu boleh boleh saja, bahkan seringkali diperlukan untuk kerja kreatif. Akan tetapi tetap perlu diupayakan tertib, focus pada satu gagasan, dalam hal ini hanya idea yang relevan berkaitan dengan ujian. Gagasan lainnya, ditunda dan diberi jadwal lain, tetapi perlu ditanggapi supaya tidak menganggu. Bila kita dapat mengatur pikiran dengan lebih tertib, maka muncul-mya gagasan yang relevan akan menolong kita lebih percaya diri, dan dengan demikian, merangsang muncul pikiran iringannya.
b.    Ramah dan beri diri kita dukungan moril
c.    Berpikirlah realistic, ujian hanya merupakan salah satu cara evaluasi, bukan segala-galanya
d.   Berdamai dengan diri siap hadapi yang terburuk ~ tidak lulus ujian, bukanlah akhir segalanya, bukan kiamat.
3.    Persiapkan Fisik
a.    Asupan nutrisi yang sesuai untuk situasi ujian ( tidak terlalu kenyang, bergizi dan seimbang )
b.    Cukup istirahat, relaks
c.    Sebaiknya tetap lakukan exercise seperlunya.
4.    Pelajari skill relaksasi yang amat menolong segera
a.    Tarik nafas dalam secara teratur
Metode ini merupakan teknik yang paling sederhana, yang bias menolong kita menenangkan   respons fisiologik/faal yang ditimbulkan oleh perasaan kita.
b.    Teknik Relaksasi lainnya seperti ‘progressive relaxation’
c.    Bermeditasi, berdoa dan upaya spiritual lainnya









BAB III
PENUTUP
3.1  Simpulan
MenurutKamusBesarBahasaIndonesia, ada 2 pengertian stress:
1.    Gangguanataukekacauan mental danemosional
2.    Tekanan.
Secara teknik psikologis, stress didefinisikan sebagai suatu respons penyesuaian seseorang terhadap situasi yang dipersepsinya menantang atau mengancam kesejahteraan orang bersangkutan.
Ada 3 sumber utama penyebab stress, yaitu :
1.    Lingkungan; lingkungan kehidupan member berbagai tuntutan penyesuaian diri, antara lain:
-       Cuaca, kebisingan, kepadatan,
-       Tekanan waktu, standard prestasi, berbagai ancaman terhadap rasa aman dan harga diri
-       Tuntutan hubungan antarpribadi, penyesuaian diri dengan teman, pasangan, dengan perubahan keluarga
2.    Fisiologis; dari tubuh kita
-       Perubahan kondisi tubuh masa remaja; haid, hamil, meno/andropause, proses menua, kecelakaan, kurang gizi, kurangtidur, tekanan terhadap tubuh
-       Reaksi tubuh :reaksi terhadap ancaman & perubahan lingkungan mengakibatkan perubahan pada tubuh kita, menimbulkan stress.
3.    Pikiran kita; pemaknaandiridanlingkungan
Pikiran menginterpretasi dan menerjemahkan pengalaman perubahan dan menentukan kapan menekan tombol panik. Bagaimana kita member makna/label pada pengalaman dan antisipasi kedepan, bias membuat kita relaks atau stress.



3.2    Saran
Harus ada persiapan mental dan perhatian khusus dari sekolah dan keluarga terutama dari  orang tua untuk meningkatkan pengawasan terhadap anak didiknya sebelum UN berlangsung. Dengan adanya persiapan mental itu merupakan persoalan mendasar yang  harus dimiliki melalui motivasi dan keyakinan diri seorang anak bahwa ia mampu melaksanakannya.






















DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar